Bicaralah
kepada manusia sesuai dengan tingkatan pemikiran (pendidikan) mereka. Jika
berbicara dalam suatu majelis yang dihadiri oleh orang yang durhaka kepada
kedua orang tuanya, jangan berkata, “Celakalah orang-orang yang durhaka kepada
kedua orang tuanya, nerakalah tempat mereka.” Ucapan semacam ini akan
membangkitkan hawa orang yang durhaka tadi sehingga ia akan menentangnya. Akan
tetapi hendaknya kita berkata, “Allah Ta’âla berfirman :
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain-Nya dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS
Al-Isra, 17:23)
“Perhatikanlah,
bagaimana Allah yang Maha Mulia memberikan wasiat kepada kita, bagaimana Ia
menunjukkan kedudukan kedua orang tua. Orang tua memiliki hak dan kedudukan
yang agung. Orang yang berbakti kepada keduanya akan memperoleh berbagai
kebaikan. Nabi telah memperingatkan kita agar tidak durhaka kepada kedua orang
tua. Beliau bersabda begini dan begini.” Jika dakwah disampaikan dengan cara
demikian, maka akal dan nafs akan mendengarkan dan nafs tidak akan memberontak.
Dalam
ucapan kaum sholihin dan guru-guru kita, banyak kita temukan ucapan-ucapan yang
keras, tapi masyarakat menerimanya. Sebab, mereka memiliki hâl dan maqôm yang agung.
Jika ucapan itu muncul dari orang lain, masyarakat tidak akan menerimanya dan
akan menganggap terlalu berat untuk dilaksanakan. Namun, karena mereka yang
mengucapkannya, maka masyarakat mau menerimanya.
Adapun
orang-orang seperti kita ini, sebelum berbicara kita wajib memperhatikan dan
menyederhanakan pesan yang akan kita sampaikan. Jika ada kata-kata yang sulit,
hendaknya kita ganti dengan kata-kata yang mudah dipahami. Sebagai contoh, jika
hendak mencegah seseorang dari memutuskan hubungan kekerabatan, jangan berkata,
“Di majelis ini ada seseorang yang memutuskan hubungan kekerabatan.” Atau
berkata, “Dewasa ini tidak seorang pun yang tidak memutuskan hubungan
kekerabatan. Maka mereka semua terkena laknat.”
Meskipun
ucapan ini mengandung kebenaran, tapi masyarakat tidak akan menerimanya. Kita
tidak boleh berkata demikian, tetapi sebaiknya kita berkata, “Marilah kita
perhatikan kerabat kita, marilah kita raih pahala lewat mereka, marilah kita
usahakan agar hubungan kekerabatan menjadi sebuah nikmat. Jika kalian mau
menundukkan nafs lalu menyambung tali silaturahmi dan berbuat baik kepada
mereka, maka kabar gembira bagi kalian, kalian akan memperoleh umur yang
panjang dan rezeki melimpah. Sebab, Nabi saw bersabda :
“Silaturahmi
memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kalian
hendaknya menggunakan kalimat-kalimat seperti ini. Jika dakwah disampaikan
dengan cara demikian, maka semua orang akan menerimanya. Ucapan kalian menjadi
baik dan mudah diterima oleh nafs. Sebenarnya tujuan orang menyampaikan dakwah
dengan keras adalah juga untuk menyeru manusia ke jalan Allah, tapi caranya
tidak benar. Karena itulah Allah berfirman kepada Nabi kita Muhammad saw :
“Karena
rahmat Allah-lah kamu dapat berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu
bersikap kasar lagi berhati keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS Ali Imran, 3:159)
Oleh Karena itu perlunya
kita menyesuaikan dengan siapa kita berbicara,dengan menyampaikan poin-poin
dakwah yang utuh, namun dapat di terima seluruhnya
Dikutip
dari :Habib Umar Bin Hafidh
Oleh
: (multatuli/bayu) imm fkik umy